AS
SUNNAH SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAM
Makalah
Di susun guna memenuhi tugas
Mata kuliah : Pengantar
studi islam
Dosen pembimbing : Dr. Mohammad Salik, M.Ag
![]() |
Disusun oleh :
1. Nida’an
Akhsanah NIM :
D75214044
2.
Nuril
Ilmi NIM
: D75214045
3.
Nurul Asrofah NIM : D75214046
FAKULTAS
TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
I.
PENDAHULUAN
Dalam sumber ajaran islam , dikenal terminology
al-hadist yang sering diberi arti yang sama dengan as sunnah. Oleh karena itu,
kedua kata tersebut biasa dipakai secara bergantian, dalam pemakaiannya as
sunnah dipahami sebagai perkataan, perbuatan, dan taqrir Nabi Muhammad SAW. As
sunnah diakui sebagai sumber atau dasar kedua dari ajaran islam, mendampingi
al-quran. Untuk memahami ajaran islam dalam segala aspeknya tidak cukup hanya
merujuk pada ayat-ayat al-quran saja, melainkan harus dilengkapi dengan rujukan
al-hadist ataupun as sunnah
II.
RUMUSAN MASALAH
1.
Pengertian As Sunnah
2.
Fungsi As Sunnah sebagai sumber ajaran
Islam
3.
Kedudukan As Sunnah dalam syari’at Islam
III.
PEMBAHASAN
1. Pengertian
As Sunnah
As-Sunnah
menurut istilah syari’at ialah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam bentuk qaul (ucapan), fi’il (perbuatan),
taqrir (penetapan), sifat tubuh serta akhlak yang dimaksudkan dengannya sebagai
tasyri’ (pensyari’atan) bagi ummat Islam.([1])
As-Sunnah menurut istilah ulama
ushul fiqih ialah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi selain dari
Al-Qur-an, baik perbuatan, perkataan, taqrir (penetapan) yang baik untuk
menjadi dalil bagi hukum syar’i.
Ulama ushul fiqih membahas dari
segala yang disyari’atkan kepada manusia sebagai undang-undang kehidupan dan
meletakkan kaidah-kaidah bagi perundang-undangan tersebut.
As-Sunnah menurut istilah ahli
fiqih (fuqaha’) ialah segala sesuatu yang sudah tetap dari Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam dan hukumnya tidak fardhu dan tidak wajib, yakni hukumnya
sunnah.([2])
As-Sunnah menurut ulama Salaf
adalah petunjuk yang dilaksanakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
dan para Shahabatnya, baik tentang ilmu, i’tiqaad (keyakinan), perkataan maupun
perbuatannya.[3]
2.
Fungsi As Sunnah sebagai sumber ajaran
Islam
Dari uraian
di atas, dapat dipahami bahwa as-sunnah berfungsi sebagai bayan,
penjelas, dari ayat-ayat al-Quran. Dalam banyak kasus, ayat-ayat al-Quran tidak
akan dapat dipahami dan/atau dilaksanakan bila tidak memperhatikan bayan
yang pernah diberikan oleh Nabi saw. Tanpa pengetahuan tentang as-sunnah,
niscaya tidak mungkin mengetahui dan memahami maksud dari ayat-ayat al-Quran
sebagaimana mestinya. Umat Islam mempercayai bahwa dasar utama ajaran Islam
adalah al-Quran, dan untuk memahami serta untuk mengejawantahkan ajaran yang
ada di dalamnya diperlukan as-sunnah. Atas dasar pemahaman demikian,
dapat ditegaskan bahwa al-sunnah adalah dasar kedua ajaran Islam.
Dengan demikian, ajaran Islam tidak hanya yang termuat di dalam al-Quran saja,
tetapi juga terungkap di dalam as-sunnah. Bila ingin mengetahui
bagaimana Islam mengatur suatu urusan, maka perlu dicari ketentuan dan
aturannya di dalam keduanya, al-Quran dan al-sunnah. Sebaliknya, berbagai
ketentuan dan aturan yang tidak ada di dalam al-Quran dan al-sunnah tentu saja
tidak dapat dikatakan sebagai ajaran Islam. Di samping al-Quran, hanyalah as-sunnah
yang harus dijadikan dasar atau landasan dalam ber-Islam.
Dalam sejarah perkembangan
Islam, memang ada orang yang tidak menganggap bahwa as-sunnah adalah
dasar ajaran Islam. Mereka berpendapat bahwa Islam hanya didasarkan atas ajaran
yang termaktub di dalam al-Quran saja. Hanya saja, kelompok yang biasa dikenal
dengan golongan inkar as-sunnah ini hanya terdiri dari segelintir
orang. Mereka termasuk kelompok sempalan di tengah-tengah umat Islam.
Argumentasi penolakan mereka terhadap as-sunnah sangat lemah, bahkan
tidak sejalan dengan penegasan al-Quran sendiri.
Para ulama merumuskan bahwa
penjelasan yang diberikan oleh as-sunnah terhadap ayat-ayat al-Quran
dapat berbentuk sebagai bayan al-tafsir, rincian atau uraian lebih
lanjut dari apa yang dinyatakan di dalam al-Quran, atau bayan al-taqrir,
konfirmasi atau penegasan terhadap pernyataan ayat-ayat al-Quran, bayan
al-tasyri’, keterangan tambahan terhadap ketentuan-ketentuan yang tidak
dinyatakan secara eksplisit di dalam al-Quran. Rincian tentang berbagai bentuk bayan
ini dapat dilihat lebih jauh di dalam buku-buku ushul fikih.
3.
Kedudukan
As-Sunnah Dalam Syariat Islam
Sunnah
dalam kedudukan Islam memiliki kedudukan yang sangat penting. Di
mana hadis merupakan salah satu sumber hukum ke dua setelah
al-Qur’an. al-Qur’an akan
sulit dipahami tanpa adanya hadis. Memakai al-Qur’an tanpa mengambil
hadis sebagai landasan hukum dan pedoman hidup adalah hal yang tidak mungkin,
karena al-Qur’an akan sulit dipahami tanpa menggunakan hadis. Kaitannya dengan
kedudukan hadis/sunnah disamping al-Qur’an sebagai sumber ajaran Islam, maka
al-Qur’an merupakan sumber pertama sedangkan hadis merupakan sumber kedua.
Bahkan sulit dipisahkan antara al-Qur’an dan hadis karena keduanya adalah wahyu
Allah.
Nabi Muhammad
saw. sendiri memberitahukan kepada umatnya
bahwa di samping al-Qur’an juga masih
terdapat suatu pedoman yang sejenis dengan al-Qur’an, untuk
tempat berpijak dan berpandangan sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw. yang artinya
sebagai berikut, “wahai umatku, sesungguhnya aku diberi al-Qur’an dan
menyamainya” (HR. Abu Daud, Ahmad, dan al-Turmudzi).
Tidak diragukan
lagi bahwa yang menyamai (semisal) al-Qur’an itu adalah sunnah/hadis, yang
merupakan pedoman untuk mengamalkan dan ditaati sejajar dengan al-Qur’an. Dan
sekaligus sebagai salah satu dasar penetapan hukum Islam setelah al-Qur’an.
1.
Al-Qur’an diterima secara qath’i (meyakinkan), sedangkan hadits
di terima secara
zhanni, kecuali hadits Mutawatir. Keyakinan kita kepada hadis hanyalah secara
global, bukan secara detail. Sedangkan al-Qur’an baik secara global maupun
secara detail diterima secara meyakinkan.
2.
Hadis ada kalanya menerangkan sesuatu yang bersifat global dalam
al-Qur’an, ada kalanya memberi komentar terhadap
al-Qur’an dan ada kalanya membicarakan sesuatu yang belum dibicarakan oleh
al-Qur’an. Jika hadis berfungsi menerangkan atau memberi komentar terhadap
al-Qur’an,
maka status hadis tidak sama dengan derajat al-Qur’an
yang diberi penjelasan. Al-Qur’an pasti lebih utama daripada hadis.
3. Di
dalam Hadits sendiri terdapat petunjuk mengenai hal tersebut, yakni Hadits
menduduki posisi ke dua setelah Al-Qur’an.
Sedangkan menurut
pendapat Mahmud Abu Rayyah, posisi as-sunnah atau al- hadits itu
berada di bawah Al-Qur’an, karena Al-Qur’an sampai kepada umat islam dengan
jalan mutawatir dan tidak ada keraguan sedikitpun. Al-Qur’an datangnya dengan
qath’i al-wurud, yaitu kepastian jalannya sampai kepada kita dan qath’i
al-tsubu, yaitu eksistensi atau ketetapannya meyakinkan atau pasti. Sedangkan
hadits atau as-sunnah sampai kepada umat islam tidak semuanya mutawatir, tetapi
kebanyakannya adalah diterima dengan periwayatan tunggal (ahad). Kebenarannya
ada yang qath’i (pasti) dan zhanni (diduga benar), karena masih banyak hadits
yang tidak sampai kepada umat Islam. Disamping itu, banyak pula hadits-hadits
daif.
IV.
KESIMPULAN
1. Sunnah
adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Rasulullah baik berupa perkataan,
perbuatan, dan ketetapan Rasul baik setelah ke nabiannya maupun sebelum ke
nabiannya.
2. Kedudukan
as-sunnah dalam sumber ajaran agama Islam menempati urutan ke dua setelah
al-Qur’an. Karena al-Qur’an adalah kitab suci yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad untuk disampaikan kepada umat manusia. Ayat-ayat dalam al-Qur’an juga
perlu mendapat penjelasan dari hadis karena banyak ayat-ayat al-Qur’an yang
masih berupa pernyataan secara global untuk itu perlu adanya sunnah/hadis untuk
menjelaskannya secara terperinci.
3. Sunnah/hadis
bisa berfungsi sebagai penjelas dari ayat-ayat yang masih global di dalam al-Qur’an.
V.
PENUTUP
Demikianlah makalah yang kami buat ini. Dengan
mengucapkan rasa syukur kepada Allah yang telah melimpahkan rahmat, taufik,
hidayat, serta inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini.
Kami menyadari penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
kata “sempurna”. Untuk itu kritik dan saran yang konstruktif sangat kami
harapkan demi perbaikan penyusunan makalah yang lebih baik lagi. Semoga
uraian-uraian yang kami sampaikan dapat bermanfaat bagi kami dan para pembaca.
Amin.
[1]
Qawaa’idut Tahdits (hal. 62),
Muhammad Jamaluddin al-Qasimi, Ushul
Hadits, Dr. Muhammad ‘Ajjaj al-Khathib, cet. IV Darul Fikr 1401 H, Taisir Muthalahil Hadits (hal. 15), Dr.
Mahmud ath-Thahhan.
[2] kitab
Irsyaadul Fuhuul asy-Syaukani (hal. 32), Fat-hulBaari (XIII/245-246), Mafhuum
Ahlis Sunnah wal Jama’ah ‘inda Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah (hal. 37-43).
3 buku
penulis, Syarah ‘Aqidah Ahlus Sunnah wal
Jama’ah (hal. 10).
[3]
Muhaimin, Abdul Mujib, dan Jusuf Mudzakkir, Kawasan dan Wawasan Studi Islam,
(Jakarta: Prenada Media, 2007), hlm. 130.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar